Selasa, 20 Januari 2015

Karangan Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Pendidikan memiliki peranan yang sangat vital serta merupakan suatu wadah yang sangat tepat di dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta harus menjadi prioritas secara optimal dan berkesinambungan, agar kualitas peserta didik pada jenjang pendidikan. Jadi, sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia. Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi dan teknologi, memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia pendidikan yang secara filosofis di pandang sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik, sekarang sudah mulai bergeser atau disorientasi.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Perlu kita ketahui bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh. Pendidikan budi karakter merupakan bagian yang sangat penting dari pendidikan kita.

B. Tujuan
1. Bagi Penulis
Penulisan ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, bagi kami sendiei juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih sebagai mahasiswa, baik dalam lingkup Universitas  maupun lingkungan sosial.
2. Bagi Pembaca
Penulisan ini dibuat untuk membahas pentingnya pendidikan bagi kita dan mengembangkan pendidikan yg telah di rintis oleh ki hajar dewantara dan apa dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi.








    













BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pemikiran Ki Hadjar Tentang Pendidikan
Menurut Ki hadjar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi secara manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia. Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan yang membentuk manusia. Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang menjadikan manusia sebenarnya. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus berhubungan satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah. Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin. Keinginan yang kuat dari Ki Hadjar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelebihan mental, moral dan spiritual. Ki Hadjar Dewantar sendiri berfikir untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari jabatan keningratannya sebagai Raden Mas Soewardi Suryaningrat menjadi Ki Hadjar Dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimaknai bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria  pinandita ke pinandita satria (dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berwatak ksatria), yang mempersiapkan diri dan bersama peserta didiknya untuk melindungi bangsa dan negara ini.
Bagi Ki Hadjar Dewantara, para guru-guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritual, lalu menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai seorang pendidik adalah fungsinya sebagai contoh keteladanan dan sebagai motivator di kelas kepada peserta didik. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, saling menghormati, saling menghargai dan empati kepada setiap peserta didik. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi kuat secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan diri dari suatu lingkungan sosial; pendidikan hendaknya memperkaya berbagai hal pada setiap individu akan tetapi perbedaan diantara masing-masing pribadi dan perbedaan latar belakang individu (seperti: ras, suku, agama, jenis kelamin, dll) juga harus dipertimbangkan dan diperhatikan; pendidikan hendaknya akan dapat memperkuat rasa percaya diri, dan dapat mengembangkan harga diri tiap individu; setiap orang harus dapat berlaku hidup secara sederhana dan guru hendaknya mampu dan mau serta rela mengorbankan kepentingan-kepentingan hidup pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Menterjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistik dan spiritualistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam yang dapat dikategorikan sebagai hukum sebab akibat. Spiritualistik artinya segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasar 3 landasan filosofis tersebut adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri manusia. 
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, tentang metode yang sesuai dengan sistem pendidikan di bangsa kita ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’. Metode Asah yaitu metode pendidikan yang hanya mengembangkan aspek intelektual. sikap hidup bersama antar sesama umat dan sesama makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi, sebab setiap individu tidak dapat memisahkan diri dari orang di lingkungan sekitarnya, selain itu pendidikan juga hendaknya memperkaya berbagai hal pada setiap individu yang mau menerima perbedaan diantara masing-masing pribadi dan mau menerima perbedaan latar belakang individu (seperti: ras, suku, agama, jenis kelamin, dll). Metode Asuh yaitu metode guru dalam mendidik hendaknya mampu dan mau serta rela mengorbankan kepentingan-kepentingan hidup pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.


B.       Pengaruh Pemikiran KI HADJAR DEWANTARA Dalam Pendidikan
Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi setiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati, maksudnya bahwa upaya pendidikan diharapkan dapat mengubah peserta didik untuk menjadi insan yang mandiri yang tidak ada ketergantungan maupun tergantung pada pihak manapun.
Pendidikan diartikan sebagai daya upaya untuk memberikan tuntutan pada segala kekuatan kodrat yang ada pada anak- anak, supaya mereka baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang setinggi- tingginya (Aliran- aliran Pendidikan dan Pengajaran Dengan Tokoh- tokohnya, 1974 : 93) kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.


A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Berbicara pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban manusia. Karena pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tidak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasikan dan direncanakan secara sistematis, melainkan merupakan bagian kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara di segaja, direncanakan, dan didesain dengan sistematis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.
Tujuan-tujuan pendidikan misalnya secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar memiliki pengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar siap menghadapi tantangan kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan.  Akan tetapi, proses realitas yang terjadi dan sering kita jumpai adalah proses dan hasil pendidikan tidak sesuai dengan cita-cita yang indah. Mislanya, kita justru melihat realitas pendidikan yang terkesan menghasilkan manusia-manusia yang kehilangan potensi dirinya, manusia yang serakah, merusak dan penindas baru bagi kaum yang lemah.
B.     Pengertian Pembentukan Karakter
Hakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral.
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Untuk memahami makna pembangunan karakter dan mengapa hal itu penting, ada suatu kisah yang menarik yang akan penulis sampaikan. Suatu ketika, ada seorang pendidik yang mengusulkan kepada seorang kepala sekolah agar dalam penerimaan peserta didik baru tidak menggunakan tes ujian masuk dalam model apapun. Reaksi sang kepala sekolah menjadi tekaget-kaget luar biasa. “Kalau penerimaan peserta didik baru tidak melalui tes terdahulu, pasti sekolah ini nanti akan banyak diisi oleh peserta didik yang bodoh-bodoh dan nakal-nakal. Terus bagaimana kualitas lulusan kita nanti”. Demikian alasan sang kepala sekolah.
Kemudian, ia menjelaskan alasannya kepada kepala sekolah tersebut. Alasannya begini: para peserta didik baru itu pada dasarnya tidak ada yang bodoh, tidak ada yang nakal, tidak ada yang kekurangan sifatnya. Dengan demikian, setelah para peserta didik baru yang masuk tanpa tes itu diterima, mereka kemudian akan menjalani penelitian kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Hal ini dalam istilah ilmi psikologi pendidikan disebut Multi Intelegences Research (MIR). Tindakan tersebut digunakan untuk mengetahui gaya belajar peserta didik, sebuah data yang sangat penting yang harus diketahui oleh para guru yang akan mengajar mereka.
Menurut penulis, cerita pendidik tersebut memang ada benarnya juga. Pendidikan adalah proses pembangunan karakter. Jadi, sudah seharusnya tak menjadi sebuah masalah bagi siapa pun yang akan masuk di dalamnya (sekolah). Pembangunan karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Senada dengan kata-kata filosof kaliber Plato (428-347 SM), beliau mengatakan “Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana: Pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku baik”.
C.    Hubungan Antara Pendidikan dan Pembentukan Karakter
“Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri (character) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain”, begitu kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan saling berhubungan.
John Dewey, misalnya, pada tahun 1961, pernah berkata juga. “Sudah merupakan hal lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak atau karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah. Pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara).
Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat pilar pendidikan secara implisit sebenarnya juga menyinggung perlunya pendidikan karakter. Seperti kita ketahui ada empat pilar pendidikan yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan diseluruh dunia, yang meliputi; learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dua pilar terakhir learning to be, dan learning to live together pada hakekatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Pendidikan karakter dimulai dari lingkungan keluarga karena lingkungan inilah yang pertama kali dikenal oleh seseorang sejak ia lahir. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh karena merupakan dasar dari pembentukan karakter seseorang. Selanjutnya lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan sampai pada lingkungan pendidikan (sekolah).
a.      Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.
Disamping itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian, dan keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
b.      Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia
Sebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:
a). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b). Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d). Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
2). Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3). Pendidikan Informal
Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.
c.       Strategi dan Metodelogi Pendidikan Karakter
Strategi disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar. Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh yang sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).
Dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum diimplementasikan pada pelaksanaan pendidikan karakter di negara-negara Barat antara lain adalah strategi pemanduan, pujian dan hadiah, definisikan dan latihan, penegakan disiplin, dan juga perangai bulan ini. Dan strategi lain yang harus dipraktekan oleh guru pada umumnya ialah keaktifan guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik karakter.
Strategi pengembangan karakter yang diterapkan di Indonesia yang dirancang oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2010), antara lain. Melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut para ahli bahwa implementasi strategi pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan perikehidupan sekolah, dirasakan efektif dari pada harus mengubah dengan menambahkan materi pendidiakan karakter kedalam muatan kurikulum.
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan diri, menyarankan empat hal yang meliputi:
1). Kegiatan Rutin
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya, uapcara bendera setiap hari senin dan lainnya yang bersifat kontinyu.
2). Kegiatan Spontan
Merupakan kegiatan yang bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu. Misalnya, mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam dan lain-lain.
3). Keteladanan
Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku atau sikap orang lain seperti dalam lingkungan sekolah adalah guru dan tenaga kependidikan serta seluruh warga dewasa sekolah yang lainnya yang berada pada sekitanya. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi guru, tenaga kependidikan, dan orang dewasa memberi telada sikap dan perilaku yang baik.
4). Pengondisian
Merupakan usaha menciptakan kondisi yang kondusif untuk terlaksananya proses pendidikan karakter. Misalnya, kondisi meja guru dan kepala sekolah yang ditata rapi, dan kondisi toilet bersih dan tidak bau.

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab yang pada hakikatnya sangat dekat dengan perannya untuk membentuk manusia yang berkarakter baik.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama dalam tantangan global. Kemudian menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.
1). Pendidikan Formal (pemerintah)
2). Pendidikan Nonformal (masyarakat)
3). Pendidikan Informal (keluarga)
Yang dari ketiga lembaga pendidikan di atas dalam implementasinya harus saling berkerja sama dan melengkapi dengan baik, hal demikian dilakukan agar terbentuknya sebuah kondisi dan suasana yang kondusif serta nyaman dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter bagi setiap manusia.

B.       Daftar Pustaka
Soeratman Darsiti : Ki Hadjar Dewantara, Balai Pustaka, Jakarta, 1985.
Sagimun : Ki Hajar Dewantara, Bhratara, Jakarta, 1964.
Sayoga : Riwayat Perjuangan Taman Siswa 30 Tahun (1922 - 1952), ML Taman Siswa Yogyakarta, 1952.